BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat persalinan merupakan saat-saat yang
paling ditunggu-tunggu oleh para ibu namun, ini juga merupakan saat yang paling
meneganggangkan dimana pada saat itu ibu harus berjuang hidup dan mati demi
kelahiran sang bayi. Setiap ibu yang melahirkan pasti menginginkan kelahiran
yang normal, sehingga sang ibu bisaseakan menjadi ibu yang seutuhnya.
Pada saat persalinan ibu memiliki resiko
terjadinya perdarahan bisa akibat robekan jalan lahir (biasanya robekan serviks/leher
rahim), atau karena kontraksi rahim kurang baik (atonia uteri). Jika ibu
mengalami perdarahan pasca bersalin sebaiknya ibu harus di beri penanganan
khusus apalagi jika perdarahan tersebut terjadi begitu banyak karena ini bisa mengakibatkan kematian ibu.
Penanganan setiap keadaan (robekan jalan lahir atau atonia uteri), memerlukan
pengelolaan yang berlainan. Apabila ternyata perdarahan yang terjadi bukan
akibat robekan jalan lahir, maka harus diperiksa kembali plasentanya apakah
sudah lahir atau belum. Perdarahan pada kala III (kala uri) sebelum atau
sesudah lahirnya plasenta, merupakan penyebab utama kematian ibu bersalin.
Salah satu upaya mengatasi perdarahan pasca persalinan ini adalah dengan obat.
Namun bila perdarahan terjadi sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), bidan
harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat.
Untuk mengurangi adanya luka yang tidak
bagus pasca persalinan biasanya bidan akan melakukan episiotomi, tujuan
melakukan episiotomy ini adalah untuk memperlebar jalan lahir sehingga
mempermudah persalinan pervaginam. Namun episiotomi tidak boleh dilakukan rutin
tapi hanya pada ibu dengan indikasi tertentu saja yang boleh dilakukan tindakan
episiotomi.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan umum
Diharapkan
mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada ibu bersalin dengan
penyulit robekan jalan lahir.
2.
Tujuan Kusus
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian
data pada ibu bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir
2. Mahasiswa mampu melalakukan analisa data
untuk menentukan diagnosa pada ibu bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFENISI ROBEKAN JALAN LAHIR
Robekan
jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,
serviks, portio septum rektovaginalis akibat dari tekanan benda tumpul
(Wiknjosastro, Sarwono:178)
Robekan jalan
lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks, dan uterus.
(Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, & KB untuk pendidikan bidan : 308)
Robekan jalan lahir meliputi : Robekan Vagina, Robekan
Perineum, Robekan Serviks dan Rupture Uteri.
1. Robekan Vagina
Robekan atau laserasi yang sampai pada daerah vagina dan
cenderung mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam dapat mencapai levator
ani. Kadang juga dapat mengakibatkan cedera tambahan pada bagian atas saluran
vagina, dekat spina iskiadika.
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi
terjadi di sekitar orifisium urethrae eksternum dan klitoris. Perlukaan pada
klitoris dapat menimbulkan perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan tersebut
tidak dapat diatasi hanya dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan
cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau
merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas
umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina
terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika
janin dilahirkan. Baik kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada
dinding vagina. Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstrasi dengan forceps.
Bila terjadi perlukaan pada dindin vagina , akan timbul perdarahan segera
setelah jalan lahir. Diagnose ditegakan dengan mengadakan pemeriksaan langsung.
Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu
diadakan pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya
adalah perdarahan arterial sehingga perlu dijahait. Penjahitan secara simpul
dengan benang catgut kromik no.0 atau 00, dimulai dari ujung luka sampai luka
terjahit rapi.
Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak
diperlukan penangan khusus pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu
dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan
robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina,
robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias
menjadi terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu
keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian
serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina.
2. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala
janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai
jaringan yang membentuk perinium. Terletak antara vulva dan anus, panjangnya
kira-kira 4 cm. Jaringan yang terutama menopang perinium adalah diafragma
pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan
muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini.
Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan
posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari
fasia obturatorius. Serabut otot berinsersi di sekitar vagina dan rektum,
membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah
antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada
tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis,
yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis.
Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda,
muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna. Persatuan
antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh
tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis
transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang
membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering
robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat
yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa
puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi
akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap.
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit
perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
ransversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan
mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan
sampai mukosa rectum
3.
Robekan Serviks
Robekan
yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai ke forniks; robekan
biasanya terdapat pada pinggir samping serviks malahan kadang-kadang sampai ke
SBR dan membuka parametrium. (UNPAD, 1984:219)
4. Rupture Uteri
Rupture uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam
bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri
yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum
abdomen. Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan
masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui
mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan
dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupture
uteri.
Ruptura uteri adalah robekan atau
diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium.
Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita
dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan
syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih
dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka
kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang
menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera
dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang
terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan
heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat
perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau
diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium.
Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
B. PENYEBAB ROBEKAN JALAN LAHIR
1. Robekan vagina
Robekan dinding vagina dapat timbul akibat rotasi forceps, penurunan
kepala yang cepat, dan persalinan yang cepat.
Perlukaan
vagina sering terjadi sewaktu :
1) Melahirkan janin dengan cnam.
2) Ekstraksi bokong
3) Ekstraksi vakum
4) Reposisi presintasi kepala janin, umpanya
pada letak oksipto posterior.
5) Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis
pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.
2. Robekan perineum
Umumnya terjadi pada persalinan :
1.
Kepala janin terlalu cepat
lahir
2.
Persalinan tidak dipimpin
sebagaimana mestinya
3.
Jaringan parut pada perinium
4.
Distosia bahu
3.
Robekan serviks
a.
Partus presipitatus
b.
Trauma karena pemakaian alat-alat
operasi
c.
Melahirkan kepala pada letak
sungsang secara paksa, pembukaan belum lengkap
d.
Partus lama
4.
Ruptur Uteri
a.
Riwayat pembedahan terhadap
fundus atau korpus uterus
b.
Induksi dengan oksitosin yang
sembarangan atau persalinan yang lama
c.
Presentasi abnormal ( terutama
terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).
d.
Panggul sempit
e.
Letak lintang
f.
Hydrosephalus
g.
Tumor yang menghalangi jalan
lahir
h.
Presentasi dahi atau muka
C.
TANDA DAN GEJALA ROBEKAN JALAN LAHIR
Tanda dan Gejala
yang selalu ada :
1.
Pendarahan segera
2.
Darah segar yang mengalir
segera setelah bayi hir
3.
Uterus kontraksi baik
4.
Plasenta baik
Gejala
dan tanda yang kadang-kadang ada
1.
Pucat
2.
Lemah
3.
Menggigil
Sedangkan Tanda
dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
·
Dramatis
1)
Nyeri tajam, yang sangat pada
abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
2)
Penghentian kontraksi uterus
disertai hilangnya rasa nyeri
3)
Perdarahan vagina ( dalam jumlah
sedikit atau hemoragi )
4)
Terdapat tanda dan gejala syok,
denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
5)
Temuan pada palpasi abdomen
tidak sama dengan temuan terdahulu
6)
Bagian presentasi dapat
digerakkan diatas rongga panggul
7)
Janin dapat tereposisi atau
terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
8)
Bagian janin lebih mudah
dipalpasi
9)
Gerakan janin dapat menjadi
kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau
DJJ masih didengar
10)
Lingkar uterus dan kepadatannya
( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar
uterus ).
·
Tenang
1)
Kemungkinan terjadi muntah
2)
Nyeri tekan meningkat diseluruh
abdomen
3)
Nyeri berat pada suprapubis
4)
Kontraksi uterus hipotonik
5)
Perkembangan persalinan menurun
6)
Perasaan ingin pingsan
7)
Hematuri ( kadang-kadang
kencing darah )
8)
Perdarahan vagina (
kadang-kadang )
9)
Tanda-tanda syok progresif
10)
Kontraksi dapat berlanjut tanpa
menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
11)
DJJ mungkin akan hilang
D. PATOFISIOLOGI
1.
Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul
dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar
panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris
tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika,
atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.
2.
Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan
serviks, sehingga serviks seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah
melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
3.
Ruptur Uteri
a.
Ruptur uteri spontan
Terjadi spontan dan sebagian besar pada
persalinan. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan
ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
b.
Ruptur uteri trumatik
Terjadi pada persalinan, timbulnya
ruptura uteri karena tindakan seperti ekstragksi farsep, ekstraksi vakum, dll.
c.
Rupture uteri pada bekas luka
uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio
sesarea dan bekas operasi pada uterus.
E. PENATALAKSANAAN
1.
Penjahitan robekan vagina dan perenium
Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.
a.
Tinjau kembali prinsip
perawatan secara umum.
b.
Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika
perlu.
c.
Minta asisten memeriksa uterus
dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d.
Periksa vagina, perinium, dan
serviks secara cermat.
e.
Jika robekan perinium panjang
dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III
dan IV.
1)
Masukkan jari yang memakai
sarung tangan kedalam anus
2)
Angkat jari dengan hati-hati
dan identifikasi sfingter.
3)
Periksa tonus otot atau
kerapatan sfingter.
f.
Ganti sarung tangan yang
bersih, steril atau DTT.
g.
Jika spingter cedera, lihat
bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
h. Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan.
2.
Penjahitan robekan servik
a.
Tinjau kembali prinsip
perawatan umum dan oleskan larutan antiseptik ke vagina dan serviks .
b.
Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Anastesi tidak dibutuhkan pada sebagian besar robekan serviks.
Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat
tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang
tinggi dan lebar.
c.
Minta asisten memberikan
tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu mendorong serviks jadi
terlihat.
d.
Gunakan retraktor vagina untuk
membuka serviks jika perlu.
e.
Pegang serviks dengan forcep
cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi
robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh
serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
f.
Tutup robekan serviks dengan
jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang
dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali menjadi sumber
pendarahan. Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan
jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
g.
Jika apeks sulit diraih dan
diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin.
Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat
tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan.
Selanjutnya setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan
dikeluarkan.Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.
3.
Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV
a.
Jahit robekan diruang operasi.
b.
Tinjau kembali prinsip
perawatan umum.
c.
Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal,
ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi
lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan (
jangan mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat,
tetapi hal tersebut jarang terjadi.
d.
Minta asisten memeriksa uterus
dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
e.
Periksa vagina, perinium, dan
serviks secara cermat.
f.
Untuk melihat apakah spingter
ani robek dengan masukkan jari yang memakai sarung tangan ke dalam anus
1)
Angkat jari dengan hati-hati
dan identifikasi sfingter.
2)
Periksa permukaan rektum dan
perhatikan robekan dengan cermat.
g.
Ganti sarung tangan yang
bersih, steril atau yang DTT
h.
Oleskan larutan antiseptik
kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
i.
Pastikan bahwa tidak alergi
terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
j.
Masukan sekitar 10 ml larutan
lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kulit perineum dan ke otot
perinatal yang dalam.
k.
Pada akhir penyuntikan, tunggu
selama dua menit kemudian jepit area robekan denagn forcep. Jika ibu dapat
merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit algi kemudian lakukan tes ulang.
l.
Jahit rektum dengan jahitan
putus-putus mengguanakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk
menyatukan mukosa.
m.
Jika spingter robek pegang setiap ujung sfingter dengan klem
Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek ). Selubung fasia disekitar
sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem. Jahit sfingter dengan
dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
n.
Oleskan kembali larutan
antiseptik kearea yang dijahit.
o.
Periksa anus dengan jari yang
memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan
dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang
DTT.
p.
Jahit mukosa vagina, otot
perineum dan kulit.
F.
KOMPLIKASI
Risiko
komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineumtidak segera diatasi,
yaitu :
a.
Perdarahan
Seorang
wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam
setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu
dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan
cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan
jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes, 2006).
b.
Fistula
Fistuladapat terjadi tanpa diketahui
penyebabnya karena perlukaan pada vaginamenembus kandung kencing atau rectum.
Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui
vagina.Fistuladapat menekan kandung kencing atau rectumyang lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia
(Depkes, 2006).
c.
Hematoma
Hematomadapat
terjadi akibat trauma partuspada persalinan karena adanya penekanan kepala
janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada
perineumdan vulvaberwarna biru dan merah. Hematoma dibagian pelvisbisa terjadi
dalam vulva perineumdan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma
perineumtetapi bisa juga dengan varikositas vulvayang timbul bersamaan dengan
gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui
dan memungkinka n banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya
pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah rupture
perineum ( Martius, 1997).
d.
Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah
peradangan di sekitar alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan
merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi.
Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 380 Robekan jalan lahir
selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks danrobekan
uterus (rupture uteri).
G.
WOC


H.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengumpulan data yang dibutuhkan
Data
subyektif.
1)
Identitas.
2)
Alasan
kunjungan saat ini / keluhan utama
Keluhan yang dirasakan apabila
terjadi rupture uteri adalah Ibu merasakan gelisah, pernafasan dan nadi menjadi
cepat, nyeri perut bagian bawah, perdarahan yang terjadi pada sebagian mengalir
ke rongga perut dan sebagian keluar pervaginam.
3)
Riwayat
kebidanan
Riwayat
menstruasi
Riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
4)
Riwayat
kesehatan
5)
Riwayat
psikososial
6)
Pola
kehidupan sehari-hari
Data objektif
1.Pemeriksaan umum
2.Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ibu dengan robekan
jalan lahir yaitu pada conjungtiva. Jika conjungtiva anemis maka dimungkinkan
karena kurangnya darah yang diakibatkan oleh banyaknya luka pada jalan lahir. Pemeriksaan
fisik lebih di fokuskan pada vulva, dilihat berapa derajat robekan lukanya.
3.Pemeriksaan khusus
4.Pemeriksaan penunjang
2.
Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa/masalah.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi
diagnosa / masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
3.
Mengidentifikasi diagnosa / masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi
masalah potensial atau diagnosa potensial / masalah yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini menimbulkan antisipasi bila dimungkinkan dilakukan pencegahan.
4.
Menetapkan kebutuhan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera
oleh bidan atau dokter dan dikonsultasikan
atau ditanda tangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
sesuai kondisi klien.
5.
Menyusun asuhan yang menyeluruh
Dalam rangka ini direncanakan asuhan yang
menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
lanjutan menejemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi
& diantisipasi.
6.
Implementasi
Pada
langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada ke-5
dilaksanakan secara efisien dan aman.
7.
Evaluasi
Keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan sebagaimana telah
diidentifikasikan di dalam diagnosa & masalah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Robekan pada jalan lahir merupakan salah satu
penyebab dari perdarahan post partum. Robekan pada jalan lahir sendiri dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah multiparitas, CPD, partus
presipitatus, partus lama, dan lain-lain.
Dengan penatalaksanaan yang tepat dari penolong diharapkan bisa
mengurangi terjadinya perdarahan yang bisa mengakibtkan kematian pada ibu.
B.
Saran
1. Bagi
Perawat
Perawat
lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapt meminimalkan terjadinya
robekan jalan lahir.
2. Bagi Pembaca
Pembaca
dapat mengerti dan memahami isi dari masalah ini bagi masyarakat umum.
3. Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan
masyarakat mengerti akan pentingnya gizi.
4. Bagi Penulis
Penulis dapat lebih mendalami
tentang penyebab kematian maternal karena perdarahan yang disebabkan oleh
robekan.
|
|||
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar