Kamis, 28 Januari 2016

MAKALAH KERUSAKAN JALAN LAHIR KARENA PERSALINAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Saat persalinan merupakan saat-saat yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu namun, ini juga merupakan saat yang paling meneganggangkan dimana pada saat itu ibu harus berjuang hidup dan mati demi kelahiran sang bayi. Setiap ibu yang melahirkan pasti menginginkan kelahiran yang normal, sehingga sang ibu bisaseakan menjadi ibu yang seutuhnya.
Pada saat persalinan ibu memiliki resiko terjadinya perdarahan bisa akibat robekan jalan lahir (biasanya robekan serviks/leher rahim), atau karena kontraksi rahim kurang baik (atonia uteri). Jika ibu mengalami perdarahan pasca bersalin sebaiknya ibu harus di beri penanganan khusus apalagi jika perdarahan tersebut terjadi begitu banyak karena ini bisa mengakibatkan kematian ibu. Penanganan setiap keadaan (robekan jalan lahir atau atonia uteri), memerlukan pengelolaan yang berlainan. Apabila ternyata perdarahan yang terjadi bukan akibat robekan jalan lahir, maka harus diperiksa kembali plasentanya apakah sudah lahir atau belum. Perdarahan pada kala III (kala uri) sebelum atau sesudah lahirnya plasenta, merupakan penyebab utama kematian ibu bersalin. Salah satu upaya mengatasi perdarahan pasca persalinan ini adalah dengan obat. Namun bila perdarahan terjadi sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), bidan harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat.
Untuk mengurangi adanya luka yang tidak bagus pasca persalinan biasanya bidan akan melakukan episiotomi, tujuan melakukan episiotomy ini adalah untuk memperlebar jalan lahir sehingga mempermudah persalinan pervaginam. Namun episiotomi tidak boleh dilakukan rutin tapi hanya pada ibu dengan indikasi tertentu saja yang boleh dilakukan tindakan episiotomi.




B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada ibu bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir.
2.    Tujuan Kusus
1.      Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian data pada ibu bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir
2.      Mahasiswa mampu melalakukan analisa data untuk menentukan diagnosa pada ibu bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFENISI ROBEKAN JALAN LAHIR
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, serviks, portio septum rektovaginalis akibat dari tekanan benda tumpul (Wiknjosastro, Sarwono:178)
Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks, dan uterus. (Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, & KB untuk pendidikan bidan : 308)
Robekan jalan lahir meliputi : Robekan Vagina, Robekan Perineum, Robekan Serviks dan Rupture Uteri.
1.      Robekan Vagina
Robekan atau laserasi yang sampai pada daerah vagina dan cenderung mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam dapat mencapai levator ani. Kadang juga dapat mengakibatkan cedera tambahan pada bagian atas saluran vagina, dekat spina iskiadika.
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi terjadi di sekitar orifisium urethrae eksternum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Baik kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina. Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstrasi dengan forceps. Bila terjadi perlukaan pada dindin vagina , akan timbul perdarahan segera setelah jalan lahir. Diagnose ditegakan dengan mengadakan pemeriksaan langsung.
Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya adalah perdarahan arterial sehingga perlu dijahait. Penjahitan secara simpul dengan benang catgut kromik no.0 atau 00, dimulai dari ujung luka sampai luka terjahit rapi.
Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan penangan khusus pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina.

2.      Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium. Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm. Jaringan yang terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius. Serabut otot berinsersi di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna. Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap.
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I         : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau
   tanpa mengenai kulit perinium
Tingkat II        : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
   ransversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
Tingkat III      : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV      : Robekan sampai mukosa rectum

3.      Robekan Serviks
Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai ke forniks; robekan biasanya terdapat pada pinggir samping serviks malahan kadang-kadang sampai ke SBR dan membuka parametrium. (UNPAD, 1984:219)

4.      Rupture Uteri
Rupture uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupture uteri.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.

B.     PENYEBAB ROBEKAN JALAN LAHIR
1.      Robekan vagina
Robekan dinding vagina dapat timbul akibat rotasi forceps, penurunan kepala yang cepat, dan persalinan yang cepat.
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :
1)      Melahirkan janin dengan cnam.
2)      Ekstraksi bokong
3)      Ekstraksi vakum
4)      Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.
5)      Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.
2.      Robekan perineum
Umumnya terjadi pada persalinan :
1.      Kepala janin terlalu cepat lahir
2.      Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3.      Jaringan parut pada perinium
4.      Distosia bahu
3.      Robekan serviks
a.       Partus presipitatus
b.      Trauma karena pemakaian alat-alat operasi
c.       Melahirkan kepala pada letak sungsang secara paksa, pembukaan belum      lengkap
d.      Partus lama
4.      Ruptur Uteri
a.       Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
b.      Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
c.       Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).
d.      Panggul sempit
e.       Letak lintang
f.       Hydrosephalus
g.      Tumor yang menghalangi jalan lahir
h.      Presentasi dahi atau muka




C.    TANDA DAN GEJALA ROBEKAN JALAN LAHIR
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
1.      Pendarahan segera
2.      Darah segar yang mengalir segera setelah bayi hir
3.      Uterus kontraksi baik
4.      Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
1.      Pucat
2.      Lemah
3.      Menggigil
Sedangkan Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
·         Dramatis
1)      Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
2)      Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
3)      Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
4)      Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
5)      Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
6)      Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
7)      Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
8)      Bagian janin lebih mudah dipalpasi
9)      Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
10)  Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).

·         Tenang
1)      Kemungkinan terjadi muntah
2)      Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
3)      Nyeri berat pada suprapubis
4)      Kontraksi uterus hipotonik
5)      Perkembangan persalinan menurun
6)      Perasaan ingin pingsan
7)      Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
8)      Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
9)      Tanda-tanda syok progresif
10)  Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
11)  DJJ mungkin akan hilang

D.    PATOFISIOLOGI
1.      Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.



2.      Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

3.      Ruptur Uteri
a.       Ruptur uteri spontan
Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
b.      Ruptur uteri trumatik
Terjadi pada persalinan, timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstragksi farsep, ekstraksi vakum, dll.
c.       Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.

E.     PENATALAKSANAAN
1.      Penjahitan robekan vagina dan perenium
Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.
a.       Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.
b.      Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika perlu.
c.       Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d.      Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e.       Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
1)      Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
2)      Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
3)      Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter.
f.       Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT.
g.      Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
h.      Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan.

2.      Penjahitan robekan servik
a.       Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan antiseptik ke vagina dan serviks .
b.      Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan pada sebagian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar.
c.       Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat.
d.      Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks jika perlu.
e.       Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
f.       Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan. Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
g.      Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.

3.      Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV
a.         Jahit robekan diruang operasi.
b.         Tinjau kembali prinsip perawatan umum.
c.         Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
d.        Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
e.         Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
f.          Untuk melihat apakah spingter ani robek dengan masukkan jari yang memakai sarung tangan ke dalam anus
1)       Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
2)       Periksa permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan cermat.
g.         Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
h.         Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
i.           Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
j.           Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kulit  perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
k.         Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area robekan denagn forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit algi kemudian lakukan tes ulang.
l.           Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
m.       Jika spingter robek  pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek ). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem. Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
n.         Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
o.         Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
p.         Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

F.     KOMPLIKASI
Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineumtidak segera diatasi, yaitu :
a.         Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes, 2006).
b.         Fistula
Fistuladapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vaginamenembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina.Fistuladapat menekan kandung kencing atau rectumyang lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia (Depkes, 2006).
c.         Hematoma
Hematomadapat terjadi akibat trauma partuspada persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineumdan vulvaberwarna biru dan merah. Hematoma dibagian pelvisbisa terjadi dalam vulva perineumdan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineumtetapi bisa juga dengan varikositas vulvayang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinka n banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah rupture perineum ( Martius, 1997).
d.         Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 380 Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks danrobekan uterus (rupture uteri).



















G.    WOC
b.jpg
H.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengumpulan data yang dibutuhkan
Data subyektif.
1)             Identitas.
2)             Alasan kunjungan saat ini / keluhan utama
Keluhan yang dirasakan apabila terjadi rupture uteri adalah Ibu merasakan gelisah, pernafasan dan nadi menjadi cepat, nyeri perut bagian bawah, perdarahan yang terjadi pada sebagian mengalir ke rongga perut dan sebagian keluar pervaginam.
3)             Riwayat kebidanan
Riwayat menstruasi
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
4)             Riwayat kesehatan
5)             Riwayat psikososial
6)             Pola kehidupan sehari-hari

Data objektif
1.Pemeriksaan umum
2.Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ibu dengan robekan jalan lahir yaitu pada conjungtiva. Jika conjungtiva anemis maka dimungkinkan karena kurangnya darah yang diakibatkan oleh banyaknya luka pada jalan lahir. Pemeriksaan fisik lebih di fokuskan pada vulva, dilihat berapa derajat robekan lukanya.
3.Pemeriksaan khusus
4.Pemeriksaan penunjang

2.      Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa/masalah.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi diagnosa / masalah berdasarkan  interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

3.      Mengidentifikasi diagnosa / masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial / masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini menimbulkan antisipasi bila dimungkinkan dilakukan pencegahan.
4.      Menetapkan kebutuhan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan dikonsultasikan  atau ditanda tangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien.
5.      Menyusun asuhan yang menyeluruh
Dalam rangka ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan lanjutan menejemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi & diantisipasi.
6.      Implementasi
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
7.      Evaluasi
Keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam diagnosa & masalah.












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
   Robekan pada jalan lahir merupakan salah satu penyebab dari perdarahan post partum. Robekan pada jalan lahir sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah multiparitas, CPD, partus presipitatus, partus lama, dan lain-lain.
      Dengan penatalaksanaan yang tepat dari penolong diharapkan bisa mengurangi terjadinya perdarahan yang bisa mengakibtkan kematian pada ibu.

B.      Saran
1.      Bagi  Perawat
Perawat lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapt meminimalkan terjadinya robekan jalan lahir.
2.      Bagi Pembaca
Pembaca dapat mengerti dan memahami isi dari masalah ini bagi masyarakat umum.
3.      Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan masyarakat mengerti akan pentingnya gizi.
4.      Bagi Penulis
Penulis dapat lebih mendalami tentang penyebab kematian maternal karena perdarahan yang disebabkan oleh robekan.











 


iv
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar