BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Ibadah
merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah
manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti.
Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti Sholat puasa, naik
haji, jihad, membaca Al-Qur'an, dan lainnya dan setiap ibadah memiliki syarat –
syarat untuk dapat melakukannya, serta ada pula ibadah yang tidak memiliki
syarat mutlak untuk melakukannya.
Diantara
ibadah yang memiliki syarat – syarat diantaranya haji yang memiliki
syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan
sebagainya, dan contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat
untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis
maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah
jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum
sempurna, maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa
kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi
setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur'an,
naik haji, dan lain sebaginya.
B.
Rumusan
masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apakah
yang dimaksud dengan taharah ?
2. Apakah
yang di maksud dengan wuudhu, serta rukun-rukunya ?
3. Apakah
yang di maksud dengan mandi junub ?
4. Bagaimana
tata cara mandi haid dan junub bagi perempuan ?
5. Apakah
yang di maksut dengan khitan, ketentuan dan hikmahnya ?
C.
Tujuan
penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini makalah ini yaitu :
1. Menjelasakan
arti dari taharah.
2. Memberi
penjelasan mengeni yang di maksud dengan wudhu, serta rukun-rukunya.
3. Memberi
penjelasan mengeni mandi junub.
4. Memberi
informasi tentang tata cara mandi haid dan junub bagi perempuan.
5. menjelaskan
maksud dari khitan,serta ketentuan dan
hikmahnya.
D.
Metode
penulisan
Adapun
metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan mencari
bahan – bahan materi dari beberapa buku. dan browsing. browsing adalah metode
yang dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan yang berkaitan dengan
judul karya tulis melalui akses internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
THAHARAH
1.
Pengertian
Menurut
lughah (bahasa) thararah adalah suci atau bersih. Dalam istilah syariat, tharah
artinya suci dari hadats dan najis, maksudnya keadaan suci setelah berwudu,
tayamum atau mandi wajib Yang benarvtelah di niatkan dan sucin dari bnajis setelah terlebih dahulu
di bersihkan dari badan, pakaian, dan tempat.
Dalam
syari’at islam, perseolan bersuci dan segala seluk beluknya termasuk bagian
ilmu dan malan yang penting, karena terutama diantara syarat-syarat shalat
ditetapkan bahawa oaring yang hendak
melaksanakan shalat, harus besuci terlibih dahulu.
Tentang bersuci ini
Allah SWT. menegaskan dalam firman-Nya :
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri”. (al-baqarah:222)
Dalam
sebuah hadits Rasullullah menjelaskan :
لَّا
يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Allah tidak menerima shalat yang tidak
disertai dengan bersuci” (Hr.Muslim)
2.
Macam-macam
alat bersuci
Pada
dasarnya yang dijadikan alat bersuci itu hanyalah air. Walaupun air dijadikan
sebagai alat bersuci, namun tidak semua boleh untuk bersuci. Oleh karena itu
apabila ditinjau dari segi hukumnya, dikenal empat macam air, yaitu :
1) Air
mutlak, yaitu air yang suci dan
menyucikan. Air seperti ini wujudnya
atau keadaanya masih asli belum tercampur dengan sesuatu benda lain, dan tidak
terkena najis sereta boleh diminum dan sah untuk bersuci, seperti air hujan,
air laut, air sumur, air sungai dan lain-lain.
Firman Allah SWT:
وَيُنَزِّلُ
عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ ....
“….dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk
menyucikan kamu….”. (QS. Al-Anfal :11)
2) Air
Musammas/musyammas (air yangt dijemur
ditempat logam yang bukan emas) yaitu air yang suci dan dapat mensucikan tetapi
makruh jika dipakai untuk bersuci, seperti air yang di panaskan dengan sinar
matahari, air yang dipanaskan dala tembaga atau besi. Air ini makruh digunakan
karena dapat mengakibatkan timbulnya penyakit sopak, sebagaimana Nabi pernah
melarang Aisyah.
“janganlah engkau berbuat demkian, wahai
Aisyah, karena air itu dapat menimbulkan penyakit sopak”. (riwayat Al-Baihaqi)
3) Air
musta’mal, yaitu air yang suci tetapi tidak dapat
digunakan untuk bersuci. Adapun yang tergolongt air seperti ini adalah :
a. Air
suci yang telah bercampur dengan benda suci lainya, seperti air the, air kopi,
air limun, air sirop, dan sebagainya.
b. Air
yang berasal dari pepohonan atau buah-buahan, seperti air kelapa, air nira, dan
sebagaianya.
c. Air
yang kurang dari dua kulah dan telah dipakai untuk bersuci meskipun tidak
berubah sifatnya, seperti warnanya, rasanya, dan baunya.
Keterangan : dua kulah= 216 liter. Jika
berbentuk bak, maka besarnya = 60 cm x 60 cm x 60 cm.
4) Air
mutanajjis, yaitu air yang terkena atau telah bercampur
najis. Air mutanajjis apabila kurang dari dua kulah maka tidak sah untuk
bersuci, tetapi apabila lebih dari dua kulah dan tidak berubah sifatnya (bau,
warna, dan rasanya) maka sah untuk bersuci. Nabi Muhammad SAW. bersabda :
“Air itu tidak nnajis oleh sesuatu, kecuali jika
menjadi berubah rasanya, warnanya, baunya”. (Riwayat Ibnu Majjah dan Baihaqi)
Walaupun
pada dasarnya hanya air yang suci dan mensucikan yang dapat dipakai sebagai
alat bersuci, namun apabila dalam keadaan tertentu seperti tidak ada air,
sakit, sedang diperjalanan, maka benda selain air dapat digunakan sebagai alat
bersuci, seperti tanah atau debu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
Telah dijadikan bagiku tanah suci,
dapat mensucikan dan sebagai tempat sujud’. (Riwayat Muttafaq
Alaih)
B.
WUDHU
1.
Pengertian
Wudhu
Dalam
istilah lughah(bahasa), wudhu berarti bersih dan indah, sedangkan menurut
syara’ wudu artinya membersihkan anggota badan dari hadats kecil sesuai dengan
kententuan yang telah ditetapkan .
Orang
yang hendak mengerjakan shalat, terlebih dahulu diwajibkan berwudhu, Karena
wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Allah menegaskan dalam surat
Al-Maidah ayat 6 :
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman!
Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu
sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua
mata kaki.
2.
Syarat
sahnya wudhu
Adapun
syarat-syarat wudhu adalah sebagai berikut :
a. Islam.
b. Tamyiz,
artinya dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan.
c. Tidak
berhadas besar.
d. Dengan
air suci dan mensucikan
e. Tidak
ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat,
dan sebagainya.
f. Mengtahui
mana wajib (fardu) dan manah yang sunnat.
3.
Rukun
(Fardu) wudhu
Rukun
wudhu adalah sebagai berikut :
a. Niat,
yaitu sengaja dalam hati melakukan wudhu. Lafaznya :
Artinya :
b. Membasuh
seluruh muka, yakni mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan
dari telinga kanan hingga telinga kiri.
c. Membasuh
kedua tangan sampai siku.
d. Mengusap
sebagaian rambut kepala.
e. Membasuh
kedua belah kaki sampai mata kaki.
f. Tertib
(berturut-turut) artinya mendahulukan mana yang harus dahulu, dan mengakhiri
mana yang harus di akhiri.
4.
Urutan
(tertib) wudhu
Dalam
berwudhu harus berurutan, dan tidak boleh sembarangan saja. Urutan (tertib)
wudhu adalah sebagai berikut :
a. Membaca
basmalah ()
b. Membasuh
kedua telapak tangan.
c. Berkumur-kumur.
d. Membersihkan
lubang hidung dengan cara meghirup atau memasukan air ke hidung sampai 3 kali.
e. Membasuh
muka hinga rata tiga kali.
f. Membasuh
kedua tangan smapai ke siku tiga kali dengan mendahulukan yang kanan.
g. Membasuh
kepala dan sekaligus daun telinga.
h. Membasuh
kedua kaki hingga mata kaki sebanyak tiga kali dengan mendahulukan kaki kanan.
i.
Membaca doa setelah selesai wudhu.
5.
Sunah-sunah
Wudhu
Dalam
rangka mencapai kesempurnaan nilai ibadah wudhu maka disunahkan melakukan
perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
a. Membaca
basamalah(bismilahirohmannirohim) pada permulaan berwudhu.
b. Mebasuh
kedua telapak tangan samapi pergelangan tangan.
c. Berkumur-kumur.
d. Mebasuh
lubang hidung sebelum berniat.
e. Meyapu
seluruh kepala dengan air.
f. Mendahulukan
anggota kanan dari pada yang kiri.
g. Menyapu
kedua telingga luar ddan dalam.
h. Menigakalikan
dalam membasuh.
i.
Menyela-nyela jari tangan dan kaki.
j.
Membaca doa setelah wudhu.
6.
Hal-hal
yang membatalakan wudhu
Ada
beberapa hal yang membatalkan wudhu yaitu sebagai berikut :
1) Keluar
sesuatu dari qubul dan dubur, misalnya buang air kecil maupun besar, atau
kentut dan sebaginya.
2) Hilang
akal sebab gila, pingsan, mabuk, atau tidur nyenyak.
3) Tersentuh
kulit antara laki-laki dan perempun yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai
tutup. Muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikahi.
4) Tersentuh
kemaluan (qubul dan dubur) dengan telapak tangan atau jari-jari yang tidak
memakai turtup. (walaupun kemaluannya sendiri).
C.
MANDI
WAJIB
1.
Syarat
mandi besar
Mandi
besar atau disebut juga mandi wajib adalah meratakan air keseluruh tubuh dengan
disertai niat untuk menghilangkan hadas besar. Dengan demikian niat inilah yang
membedakan antara mandi yang kita lakukan sehari-hari (mandi biasa) dengan
mandi besar.
Adapun
syarat mandi besar adalah bahwa seseorang dalam keadaan berhadas besar. Alasan diwajibkan mandi :
a) Bersetubuh
b) Keluar
mani
c) Mati,
dan matinya bukan syahid.
d) Nifas
(keluarnya darah setelah melahirkan).
e) Berhentinya
haid bagi perempuan.
f) Melahirkan
(wiladah) dalam keadaan normal atau kegguguran.
2.
Rukun
mandi
a) Niat,yakni
menyengaja mandi dengan niat/maksud untuk menghilangkan hadast besar.
b) Membasuh
badan
c) Menghilangkan
najis yang ada pada badan
d) Meratakan
air keseluruh rambut dan kulit
3.
Sunnah mandi wajib
a) membaca
basmallah pada permulaan mandi.
b) Mendahulukan
membasuh segala kotoran dan najis seluruh badan
c) Menghadap
kiblat suatu mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri
d) Membsuh
badan sampai 3 kali
e) Membaca
doa sebagai mana membaca doa sesudah wudhu
f) Mendahulukan
mengambil air wudhu,yakni sebelum mandi disunatkan berwudhu lebih dahulu
4.
Larangan
bagi orang yang berhadas besar
a.
Orang
sedang junub, tidak diperbolehkan :
·
Melaksanakan shalat
·
Melaksanakan thawaf di baitullah
·
Memegangg kitab suci Al-Qur’an
·
Membawa/menganggkat Al-qur’an
·
Membaca Al-Qur’an
·
Iktikap (diam) di masjid
b.
Orang sedang haid dilarang :
·
Melaksanakan kegiatan yang dilarang bagi
orang yang junub
·
Bersetubuh
·
Berpuasa, baik puasa sunaat msaupun
fardu
·
Dijatuhi talaq (dicerai)
5. Tata Cara Mandi haid
dan Junub Bagi Wanita
Tata
cara mandi bagi wanita, dibedakan antara mandi junub dan mandi setelah haid
atau nifas. Untuk tata cara mandi junub bagi wanita, sama dengan tata cara
mandi bagi laki-laki, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Hanya saja,
wanita yang mandi junub dibolehkan untuk menggelung rambutnya
Agar
ibadah diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam, kita
harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam .
Dari
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau
memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:
خُذُ
فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ
تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ
فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ
“Hendaklah dia mengambil sepotong
kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita
itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha
Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata:
“Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).”
(HR. Muslim: 332)
Maka
wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan
membersihkan seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh
badannya sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata
cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
ringkasnya sebagai berikut:
1. Wanita
tersebut mengambil air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan
wudhu’nya.
2. Menyiramkan
air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat
sampai pada tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk
menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan
dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
3. Menyiramkan
air ke badannya.
4. Mengambil
secarik kain atau kapas (atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau
semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.
Tata Cara Mandi Junub Bagi Wanita
Dari
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata yang artinya:
“Kami ( istri-istri Nabi) apabila
salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua
telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia
mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan
dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” (Hadits Shahih
riwayat Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)
Seorang
wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi
karena junub, berdasarkan hadits berikut:
Dari
Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata yang artinya:
Aku (Ummu Salamah) berkata: “Wahai
Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambutku, maka
apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?” Beliau bersabda:
“Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau
mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (Hadits Shahih riwayat
Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia
berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)
Ringkasan tentang mandi
junub bagi wanita adalah:
1. Seorang
wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai
dengan bagian yang kanan).
2. Menyiramkan
air ke atas kepalanya tiga kali.
3. Menggosok-gosok
kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
4. Mengguyurkan
air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.
5. Tidak
wajib membuka jalinan rambut ketika mandi
D.
KHITAN
1.
Pengertian
khitan
Khitan
secara bahasa diambil dari kata “ khatana “ yang berarti memotong. Khitan bagi
laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi
terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput)
yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari
bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada
ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki
dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd.
2.
Ketentuan
dalam khitan
Khitan
dalam agama Islam berlaku untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda
pendapat dalam khitan. Menurut mazhab Hanafi, Maliki, salah satu pendapat Imam
Syafi'i dan salah satu riwayat Hanbali mengatakan bahwa khitan hukumnya sunnah
bagi lelaki dan keutamaan bagi perempuan. Pendapat ini didasarkan pada hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: "Khitan itu sunnah
bagi lelaki dan keutamaan bagi wanita" (HR. Baihaqi). Hadis tersebut oleh
Baihaqi sendiri diragukan kesahihannya. Kemudian diperkuat dengan sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Ada lima
perkara yang termasuk fithrah (di sini diartikan keutamaan dalam agama), yaitu:
Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong/merapikan kuku
dan merapikan jenggot/kumis" (HR. Bukhari). Hadis tersebut menyebutkan
khitan dalam rentetan perkara yang dianjurkan oleh agama, sehingga
mengindikasikan persamaan hukum dari perkara-perkara tersebut, yaitu sunnah.
Pendapat
kedua, mazhab Syafi'i dan Hanbali dan Sahnun (dari ulama Malikiyah) mengatakan
bahwa khitan hukumnya wajib bagi lelaki dan perempuan. Pendapat ini dilandaskan
kepada Ayat yang memerintahkan Nabi Muhammad agar megikuti ajaran Nabi Ibrahim;
"Kemudian Aku (Allah) wahyukan kepadamu (Muhammad) agar mengikuti ajaran
Ibrahim yang dimuliakan" (QS : An-Nahl : 123), dan termasuk ajaran Nabi
Ibrahim adalah berkhitan, sebagaimana dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa
"Nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun dengan
menggunakan kapak" (HR. Bukhari). Dalam riwayat Abu Dawud juga terdapat
perintah untuk berkhitan. Kemudian ada hadis lain yang menyebutkan:
"Apabila dua jenis khitan bertemu, maka telah mewajibkan mandi" (HR.
Muslim). Ini menujukkan bahwa khitan terjadi pada lelaki dan perempuan.
Pendapat
ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni, menyatakan
bahwa Khitan hukumnya Wajib bagi lelaki dan sunnah bagi perempuan.
Waktu
Khitan bagi mazhab Syafi'i dan Hanbali adalah ketika baligh, karena kegunaan
Khitan adalah menyempurnakan thaharah (bersuci) dalam beribadah. Namun
disunatkan ketika bayi berumur 7 hari, karena Rasulullah telah melaksanakan
'aqiqah dan khitan untuk kedua cucunya Hasan dan Husain di hari ke tujuh.(HR.
Baihaqi). Pendapat lain menyatakan bahwa yang utama khitan dilakukan ketika
berumur 7 - 10 tahun karena pada saat itu seorang anak mulai diperintahkan
menjalankan solat.
3.
Hikmah
Khitan
1. Mubalaghah
(tetap menjaga) dalam kebersihan dan kesucian.
2. Membedakan
antara Muslim dan non Muslim, sehingga bila hakim melihat di suatu daerah para
laki-laki tidak melaksanakan khitan, maka mereka harus diperangi agar
melaksanakan Syi’ar Islam,
3. Praktik
khitan bagi perempuan sebagai kontrol terhadap seksualitas perempuan, dengan demikian tercipta masyarakat dengan
lingkungan jauh dari praktek maksiat.
4. Ta’at
akan perintah Allah dan Rasulnya.
5. Perempuan
menjadi lebih iffah, sehingga terpelihara diri dan agamanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Thararah
adalah suci atau bersih. Dalam istilah syariat, tharah artinya suci dari hadats
dan najis. Pada dasarnya yang dijadikan alat bersuci itu hanyalah air. Oleh
karena itu apabila ditinjau dari segi hukumnya, dikenal empat macam air, yaitu
:
1.
Air mutlak,
yaitu air yang suci dan menyucikan.
2.
Air Musammas/musyammas
(air yangt dijemur ditempat logam yang bukan emas) yaitu air yang suci dan
dapat mensucikan tetapi makruh jika dipakai untuk bersuci
3.
Air musta’mal,
yaitu air yang suci tetapi tidak
dapat digunakan untuk bersuci.
4.
Air mutanajjis,
yaitu air yang terkena atau telah
bercampur najis. Air mutanajjis apabila kurang dari dua kulah maka tidak sah
untuk bersuci
wudhu
berarti bersih dan indah, sedangkan menurut syara’ wudu artinya membersihkan
anggota badan dari hadats kecil sesuai dengan kententuan yang telah ditetapkan.
Mandi
besar atau disebut juga mandi wajib adalah meratakan air keseluruh tubuh dengan
disertai niat untuk menghilangkan hadas besar. Dengan demikian niat inilah yang
membedakan antara mandi yang kita lakukan sehari-hari (mandi biasa) dengan
mandi besar.
Khitan
secara bahasa diambil dari kata “ khatana “ yang berarti memotong. Khitan bagi
laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi
terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit
(selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang
sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang
terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan
B.
Saran
dan Kritik
Sebagai salah satu calon pendidik, kita harus
mengetahui apa-apa saja mengenai taharah, wudhu, mandi, ataupun mengenai
khitan. Kita hendaknya mampu memberi informasi tersebut kepada masyarakat terutama
kepada anak-anak didik kita kelak. Dengan selalu berpedoman kepada Al-qur’an
dan hadits-hadits.
Demikian makalah ini kami susun,
semoga dengan membaca makalah ini dapat dijadikan pedoman kita dalam melangkah
dan bisa menjaga akhlak terhadap diri sendiri. Apabila ada kekurangan dalam
penulisan makalah ini, kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar